PKS Onine : Tarbiyah adalah proses pembelajaran seumur hidup yang dapat mencetak pribadi-pribadi yang memiliki akhlak Robbani. Dalam menjalani proses tarbiyah diperlukan kualitas murobbi (pendidik) yang memiliki kapasitas keilmuan maupun kapasitas ruhani yang tinggi, agar dapat membawa komunitas tarbiyah mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Diantara para murobbi yang berhasil mencetak para kader dakwah yang memiliki prilaku surgawi dan militansi yang tinggi, adalah Ahzami Samiun Jazuli, yang kini menggenggam amanah sebagai Wakil Ketua Dewan Syariah DPP PKS.
Tahun 1984 adalah tahun Ahzami mulai bersentuhan dengan dunia tarbiyah. Saat itu ia sedang menjalani program sarjana pada bidang Tafsir di salah satu Universitas di Riyadh Saudi Arabia. Di sanalah Ahzami dipertemukan Allah SWT oleh para ikhwah, baik yang berasal dari Timur Tengah, maupun yang berasal dari Indonesia
Bagi Ahzami tahun awal dirinya bergumul dengan aktifitas tarbiyah, merupakan tahun keemasan bagi para aktifis dakwah di Saudi Arabia. Pada waktu itu, dinamika dakwah sangatlah kondusif, karena dukungan yang besar dari berbagai pihak, baik dari para ulama setempat maupun aparat pemerintah. Hampir tidak ditemui tantangan yang berarti dalam menjalani roda dakwah, tidak ada prilaku represif dari aparat pemerintah seperti yang kerap singgah pada diri aktifis dakwah.
Dimulainya Aktifitas Tarbiyah
Ahzami menjalani pendidikan sarjana, pasca sarjana dan program doktoral di Saudi, Arabia. Praktis sebagian besar waktunya terkuras di negeri yang merupakan symbol peradaban Islam tersebut.
Keseharian Ahzami menjalani kehidupannya di negeri kelahiran Rosulullah Muhammad, tak pernah lepas dari berinteraksi dengan para ikhwah. Kerap kali ia dinasehati oleh para ikhwah seniornya, untuk tidak lepas dari komunitas tarbiyah, dan mau mencetak kader-kader dakwah yang handal. Karenanya ia kerapkali tampil pada acara-acara dauroh, baik sebagai peserta maupun sebagai pembicara, sesuai kapasitas ilmu yang ia miliki.
Saat libur musim panas adalah saat yang sangat dinanti oleh Ahzami dan para mahasiswa yang belajar di sana. Masa libur kuliah selama 3 bulan itu, dimanfaatkan Ahzami untuk kembali ke tanah air, dan bertemu dengan para ikhwah yang telah lebih dahulu pulang ke tanah air. Waktu selama 3 bulan ini pula dimanfaatkan Ahzami untuk mendidik para kader dakwah di tanah air.
Aktifitas Ahzami dalam komunitas tarbiyah, tidak hanya dilakukan di Indonesia, di Saudi Arabia, selain menjadi seorang mutarobbi (murid), Ahzami juga diminta untuk mentarbiyah para ikhwah. Terlebih saat ikhwah generasi awal telah pulang ke Indonesia, aktifitas Ahzami dalam mentarbiyah semakin meningkat. Bersama ikhwah lainnya, Ahzami juga berusaha membangun komunikasi yang intensif dengan warga negara Indonesia yang berada di Saudi Arabia, yang jumlahnya mencapai 600ribu jiwa. Kerapkali Ahzami tampil di forum-forum pengajian warga Negara Indonesia di sana.
Tahun 1996 Ahzami kembali ke Indonesia dan bertemu kembali dengan komunitas ikhwah. Di tanah kelahariannya, Ahzami juga berupaya untuk membangun hubungan yang mesra dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Bagi Ahzami tarbiyah tidak hanya diartikan sebagai halaqoh khusus. Dakwah-dakwah syabiyah yang selama ini berlangsung di masyarakat, bagi Ahzami merupakan satu jenjang untuk sampai pada jenjang tarbiyah secara khusus.
Melanggengkan Aktiftias Tarbiyah
Sebagai seorang murobbi, Ahzami berharap para mutarobbinya mencapai keberhasilan tarbiyah. Ia berusaha untuk membangun halaqoh yang ideal. Namun ia teramat paham bahwa untuk mecapai keberhasil tarbiyah bukalan hal yang mudah. Karenanya Ahzami selalu menekankan kepada para mad’unya prinsip keseimbangan (tawazun). Dalam setiap pertemuan tatap muka dengan para mad’unya, Ahzami tak pernah merasa jemu mengingatkan para peserta didiknya untuk tidak meninggalkan kewajiban yang berada di luar aktifitas tarbiyah, yaitu kewajiban sebagai suami yang harus membangun ekonomi keluarga, kewajiban seorang ayah dalam membangun pendidikan anak-anaknya, dan kewajiban yang harus ditunaikan dalam keluarga besarnya. Ahzami juga meminta para mad’unya untuk selalu membangun hubungan baik dengan lingkungan dimana mereka berada, baik lingkungan tempat tinggal, maupun lingkungan kerja.
Diantara banyak hal yang Ahzami pesankan kepada para mad’unya, kewajiban untuk mengikuti halaqoh adalah hal yang paling ia tekankan. Selalu ia dengungkan kalimat “Halaqoh adalah inti dari kekuatan dakwah dan unjuk tombak dari dakwah”
Ahzami juga mendidik para mad’unya untuk mau berkorban bagi dakwah dengan cara membina dalam halaqoh, dengan dana, dengan pemikiran, atau dengan kemampun lain sesuai sesuai kapasitas yang mereka miliki.
Dalam membangun hubungan dengan sesama ikhwah, Ahzami selalu menerapkan prinsip ukhuwah. Baginya inti kekuatan jamaah terletak pada nilai ukhuwah. Ia juga selalu berusaha untuk menerapkan nilai-nilai idealita yang terkandung dalam tarbiyah, dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, masyarakat maupun di perlemen.
Dalam bergelut dengan aktifitas tarbiyah, tak sedikit penghalang yang merintangi. Pengahalang bisa datang datang dari internal maupun external kader. Rintangan dakwah yang timbul dalam internal kader, tak jarang menimbulkan konflik diantara sesama kader dakwah, karenanya Ahzami selalu meminta para madu’nya untuk melakukan perenungan secara individu maupun secara kolektif, terhadap aktifitas yang telah mereka lakukan. Ahzami juga menanamkan budaya untuk saling berterus terang dan saling mengkritisi. Semua ini dilakukan Ahzami bukan dalam rangka menelanjangi kesalahan anak didiknya, melainkan untuk saling mengintropeksi diri dan saling mengingatkan satu sama lain dalam rangka meningkatkan kualitas dakwah dan ukhuwah..
Menanamkan Budaya Dakwah Dalam Keluarga
Keberhasilan dalam mencetak kader-kader dakwah di masyarakat, harus diiringi oleh keberhasilan dalam mencetak kader dakwah di dalam rumah. Karenanya dalam mendidik keluarganya Ahzami menekankan 2 hal yang harus dicapai oleh anggota keluarganya. Yang pertama adalah keberhasilan dalam bidang akademik. Ahzami berharap kesembilan anaknya dapat mencapai pendidikan formal yang setinggi-tingginya, menjadi yang terbaik dalam kelasnya. Bagi Ahzami pendidikan formal sangat berharga bagi aktifitas dakwah.
Hal kedua yang ia terapkan dalam mendidik keluarganya, adalah keberhasilan dalam dunia harakah. Bagi Ahzami, anak-anak harus tampil sebagai juara dalam bidang akademik sekaligus mencapai peringkat tertinggi dalam dakwahnya.
Selain menanamkan semangat belajar kepada keluarganya, Ahzami juga tak pernah mengenal kata henti dalam meningkatkan kualitas dirinya. Ia berusaha untuk mengikuti jejak para orang-orang shalih. Bila bertemu dengan orang yang lebih shalih dari pada dirinya, Ahzami memposisikan diri sebagai seorang murid atau mutarobbi yang baik, yang siap mendengarkan nasihat orang shalih tersebut. Namun bila bertemu dengan orang yang lebih muda darinya, ia berusaha untuk tampil sebagai kakak atau guru yang siap mewariskan ilmu yang ia miliki. Dengan demikian Ahzami berharap mendapat kebaikan dari kedua hal yang ia lakukan.
(Sumber: PIP-PKS-UK-Ningsih)
mbah Mi’un itu guru dan kiyai saya …
Beliau adalah ustadz yang selalu semangat..